ILMU HADITS DIRAYAH (DARI SEGI SANADNYA)
ILMU HADITS DIRAYAH
(DARI SEGI SANADNYA)
Oleh: Lilis Andarwati, M.Pd.
ILMU HADITS DIRAYAH
Ilmu hadits diroyah termasuk salah satu dari cabang ilmu ushulil hadits. Ilmu Ushulul Hadits yaitu suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal keshahihan, kehasanan dan kedlaifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.
Pendiri Ilmu Hadits Dirayah adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurahman bin Khalad Ramahumuzi (w.360 H).
Menurut Muhaditsin Ushulul hadits itu pada garis besarnya dibagi dua bagian, yakni: Ilmu hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.
Objek kajian Ilmu hadits riwayah adalah bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain dan memindahkan atau mendewankan dalam suatu dewan hadits.
Sedangkan Ilmu Hadits Dirayah disebut juga dengan ilmu Mushthalahul Hadits.
القانون يدرى به أحوال السند والمتن وكيفية التحمل والأداء وصفة الرجال وغير ذلك.
“Undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hl ihwal sanad, matan, cara-cara menarima dan menyampaikan Al Hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya”.
Objek kajian ilmu hadits dirayah, ialah meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya).
Istilah Ilmu Hadits Dirayah, menurut As-Sayuthi, muncul setelah masa Al-Khatib Al-Baghdadi, yaitu pada masa Al-Akfani. Ilmu ini dikenal juga dengan sebutan ilmu ushul al-hadits, ulum al-hadits, musthalah al-hadits, dan qawaid al-tahdits.
Defenisi yang paling baik, seperti yang diungkapkan oleh Izzuddin bin Jamah, yaitu ;
علم بقوانين يعرف بها أحوالُ السّند والمتن .
“Ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan”.
Menurut Al Numan Al Qadli, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan yang dengannya diketahui perbedaan antara hadits yang shahih yang disandarkan kepada Rasul saw. Dan hadits yang diragukan penyandarannya kepadanya.
Ulama lain berpendapat, ilmu hadits dirayah adalah ilmu undang-undang yang dapat mengetahui keadaan sanad dan matan. Definisi ini lebih pendek dari definisi di atas. Sedangkan definisi lain sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar, definisi paling baik dari berbagai definisi ilmu hadits dirayah adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dapat memperkenalkan keadaan-keadaan rawi dan yang diriwayatkan.
Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ikhwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat rawi, dan lain-lain.
Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil pemahaman bahwa objek pembahasan ilmu hadits dirayah ialah:
Keadaan para perawi (راوى| رواة), baik yang berkaitan dengan sifat kepribadian (seperti perilaku kesehariannya, watak dan kualitas daya ingatannya) maupun masalah sambung tidaknya rangkaian mata rantai perawinya.
Keadaan yang diriwayatkan (مروى), baik dari sisi keshahihan dan kedlaifannya maupun dari sisi lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Adapun manfaat yang dapat diambil dari mempelajari ilmu-hadits dirayah adalah banyak sekali, diantaranya ialah:
Mengetahui perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa ke masa, mulai dari Rosululloh saw. Sampai sekarang.
Mengetahui para praktisi hadits beserta usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan.
Dapat mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan para praktisi hadits dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam beristinbath.
Dengan demikian, manfaat yang dapat diambil dari mempelajari ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mengetahui sejauh mana kualitas sebuah hadits. Apakah ia maqbul (diterima) atau mardud (ditolak) atau musytarok bainahuma (dalam arti mursal, marfu atau mauquf), baik dilihat dari sudut sanad maupun matan.
ISNAD, SANAD, MUSNID DAN MUSNAD HADITS
Struktur hadits terdiri dari isnad, sanad, musnid dan musnad. Masing-masing istilah tersebut memiliki makna tersendiri.
ISNAD
Arti isnad ialah mengangkat hadits kepada yang mengatakannya (perawi pertama). Isnad ialah menyandarkan hadits kepada yang mengatakannya (perawi pertama) dan menisbatkan (menghubungkannya) kepadanya (orang pertama).
Isnad ialah hikayah para tokoh hadits yang meriwayatkan seseorang dari seseorang sampai pada Nabi saw. Jadi para ahli hadits sepakat untuk mengatakan bahwa isnad merupakan suatu hal yang sangat penting, bahkan ilmu ini hanya dimiliki oleh islam, sebab ia merupakan cara pemindahan (pengaksesan) berita dari orang yang terpercaya kepada orang terpercaya lainnya, sampai kepada Nabi saw. Sebagai pemilik dan sumber awalnya.
SANAD
Sanad adalah bahasa arab yang berasal dari kata dasar “sanada”, yasnudu, artinya “sandaran” atau “tempat bersandar” atau “tempat berpegang” atau berarti “yang dipercaya” atau “yang sah”, sebab hadits itu selalu bersandar padanya dan dipegangi atas kebenarannya.
Sedangkan menurut istilah sanad ialah silsilah matarantai orang-orang yang mengubungkan kepada matan hadits. Sanad ialah matarantai para perawi yang memindahkan hadits dari sumbernya yang pertama.
Dari definisi diatas, maka yang dimaksud dengan istilah “silsilah orang” ialah susunan atau rangkaian matarantai orang-orang yang menyampaikan materi hadits tersebut, mulai dari yang disebut pertama sampai kepada Rosululloh saw., dimana semua perbuatan, ucapan, pengakuan dan lainnya merupakan suatu materi atau matan hadits.
Oleh sebab itu, yang dinamakan sanad hanyalah yang berlaku pada sederetan matarantai orang-orang, bukan dari sudut pribadi secara perorangan, sebab sebutan untuk perorangan yang menyampaikan hadits adalah perawi atau rawi. Sekalipun demikian, sebagian ulama berpendapat bahwa isnad dan sanad memiliki arti yang sama, artinya jalan periwayatan hadits dari orang perorang sampai kepada Rosululloh saw. Sebagai sumber pertama.
MUSNID DAN MUSNAD
Musnid ialah orang yang meriwayatkan hadits dengan isnadnya, baik mengetahui atau tidak mengetahui terhadap matan itu, tetapi ia sendiri menjadi sumber berita itu.
Sedangkan musnad dapat diartikan dengan beberapa pengertian, diantaranya ialah;
Sebagai sebutan nama kitab, seperti kitab musnad imam Ahmad dan sebagainya, artinya sebuah kitab yang didalamnya terkumpul beberapa hadits yang disandarkan kepada sahabat.
Musnad disamakan artinya dengan kata isnad, sehingga menjadi suatu sebutan musnad, seperti musnad al Syihab, musnad al Firdaus, artinya musnad-musnad hadits mereka.
Dengan demikian, maka di dalam Ilmu Hadits, dikenal kata musnid, hafidz, muhaddits. Dari istilah ini musnid merupakan tingkatan yang paling rendah, baru kemudian hafidz dan yang paling tinggi adalah muhaddits, sebab muhaddits mengetahui isnad-isnad, Ilal dan nama-nama atau asma al Rijal. Sedang Muhaddits yang paling banyak menghafal matan.
ILMU HADITS DIRAYAH DARI SEGI SANADNYA
Ilmu hadits dirayah adalah bagian dari ilmu hadits yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ikhwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan lain-lain. Definisi ini sesuai dengan makna kata dirayah yang secara bahasa berarti pengetahuan dan pengenalan. Kegunaan ilmu ini tidak lain untuk mengetahui dan menetapkan diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)nya suatu hadits.
Ilmu hadits dirayah ini memiliki beberapa cabang yang berkaitan dengan sanad, rawi, dan matan hadits. Cabang-cabang penting yang berkaitan dengan sanad dan rawi, antara lain:
1. Ilm al-Jarh wa at-Ta`dil adalah ilmu yang membahas hal ikhwal rawi (periwayat) dengan menyoroti kesalehan dan kejelekannya, untuk menentukan periwayatannya dapat diterima atau ditolak. Untuk menunjukkan atau menilai kekuatan periwayatan seseorang digunakan ungkapan-ungkapan seperti:
"orang yang paling terpercaya",
"orang yang kuat lagi teguh", dan "orang yang tidak cacat"
Sebaliknya guna memperlihatkan atau menilai kelemahan periwayatan seseorang dipakailah ungkapan-ungkapan seperti:
"orang yang perlu diteliti",
"orang yang tidak dikenal", dan "orang yang paling dusta".
Berkaitan dengan `Ilm al-Jarh wa at-Ta`dil para `ulama hadits menggunakan istilah-istilah sebagai berikut:
Jarh yaitu penolakan seorang ulama hadits terhadap riwayat seorang rawi karena adanya petunjuk mengenai perangai atau riwayatnya yang tercela.
Penyebab jarh menurut rumusan para ulama adalah:
al-Bid`ah (menambah-nambahi dalam urusan agama); al-Jahalah (asing/tidak dikenal); dan al-Gholat (kacau/tidak kuat/salah hafalannya).
Tajrih adalah identifikasi terhadap seorang rawi dengan berbagai karakter yang melemahkannya atau menyebabkan riwayatnya ditolak;
`Adil sebagian pengertiannya adalah seorang muslim yang telah dewasa, berakal, dan tidak fasik;
Ta`dil adalah identifikasi terhadap seorang rawi dengan mencari-cari sifat baiknya, sehingga periwayatannya dapat diterima.
2. `Ilm Rijal al-Hadits adalah ilmu yang mengkaji keadaan rawi dan perilaku hidup mereka, mulai dari kalangan sahabat, tabi`in, dan tabi`it-tabi`in. Bagian dari ilmu ini adalah `ilm tarikh rijal al-hadits yaitu kajian terhadap periwayat hadits dengan menelusuri tanggal kelahiran, garis keturunan, guru sumber hadits, jumlah hadits yang diriwayatkan dan murid-muridnya;
3. `Ilm Thobaqot ar-Ruwat adalah ilmu yang membahas keadaan periwayat berdasarkan pengelompokan tertentu.
Faedah/manfaat mempelajari ilmu hadist dirayah adalah untuk mengetahui maqbul dan mardudnya suatu hadist, baik dilihat dari sudut sanad maupun dari sudut matannya.
Pokok pembahasan ilmu hadits dirayah itu dua, yaitu : Rijal al-sanad dan Jarah-tadil.
Dari pembahasan dua ulasan itu muncul penilaian, bahwa suatu matan hadits dinilai shahih, atau hasan atau dlaif. Kata penilaian seperti itu biasa disebut Mushthalah al-Hadits.
Rijal al-Sanad
Sering disebut riwayat perawi al-hadits, yaitu untaian informasi tentang sosok perawi yang menceritakan matan hadits dari satu rawi kepada rawi yang lain, sampai pada penghimpun hadits. Informasi itu menceritakan setiap rawi, dari segi kapan dia lahir dan wafatnya, siapa guru-gurunya, kapan tahun belajarnya, siapa murid-murid yang berguru kepadanya, dari daerah mana dia, kedatangan dia ke seorang guru kapan, dalam keadaan sehat, atau campur aduk kata-katanya (ikhtilath), atau dalam periwatan hadits terdapat illat (cacad) bagi perawi, atau bagi matan hadits, dan begitulah seterusnya.
Dari satu segi, persyaratan perawi hadits adalah muslim, aqil-baligh, kesatria (adalah) dan kuat ingatan (dlabith), baik dlabith ingatan atau dlabit catatan Sedangkan cara penyampaiannya bisa menggunakan pendengaran teks dari guru kepada murid, murid membaca teks di depan guru, ijazah, timbang terima teks dari guru ke murid, tulisan guru yang terkirimkan, pengumuman guru, wasiat, dan penemuan tulisan guru oleh murid (wijadah). Semua bisa dikembangan dengan teknologi sekarang, seperti konsep dlabith bisa ditambah dengan catatan, atau website, atau sms dan sebagainya.
Tingkatan perawi hadits pertama adalah shahabat Rasulullah Saw. yaitu seseorang yang pernah bertemu Rasulullah Saw. dalam keadaan hidup, sadar dan beriman (Islam) sampai dia wafat dalam keadaan Islam.
Teknik penulisan matan hadits, sanadnya dimulai dari penyebutan sahabat Nabi, tabiin, tabi al-tabiin dan murid-muridnya, sampai guru perawi hadits yang ditulis oleh penghimpun hadits. Semua penyajian seperti itu biasanya ditulis oleh ulama mutaqaddimin dalam kitab karangannya masing-masing. Sedangkan penulisan ulama mutaakhirin dalam kitab-kitabnya hanya menyebutkan sahabat Nabi dan nama penghimpun matan hadits itu saja, seperti sebutan : Rawahu al-Bukhari dari Ibn Umar dan sebagainya. Penyajian seperti itu, baik penyajian ulama mutaqaddimin atau ulama mutaakhrin.
Maka dari itu dalam Ilmu Hadits Diroyah pembahasan tentang sanad meliputi:
Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak di benarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui idenatitasnya atau tersamar;. Hadits musnad yang sanadnya bersambung dengan periwayatan seorang perawi yang adil, dlabith (yang berasal) dari orang yang adil dan dlabith sampai pada akhir sanadnya.
Segi keterpercayaan sanad (tsiqot al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat didalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Hadisnya). Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan seorang perawi.
Segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz).
Syadz berasal dari kata dasar Syadz, yang artinya sama dengan kata infaroda, yaitu kesendirian. Maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh perowi tsiqqoh, berlawanan dengan riwayat perowi lain yang berkualitas lebih utama darinya, lantaran memiliki kelebihan dalam kedlabitannya atau banyaknya sanad atau hal-hal lain yang berhubungan erat dengan masalah pen-tarjih-an. Atau hadits yang diriwayatkan sendiri oleh salah seorang perowi tsiqoh, tetapi hadits itu tidak mempunyai muttabi (jalan lain) yang dapat menguatkan pribadi yang tsiqoh tersebut.
Keselamatannya dari cacat (`illat). Selamat dari cacat, yaitu hadits tersebut terhindar dari cacat yang dapat menodai keshahihannya, baik pada matarantai sanad maupun matannya atau bahkan terjadi bersama-sama antara sanad dan matannya. Atau adanya sanad yang digugurkan (inqitho).
Tinggi dan rendahnya suatu sanad. Terlihat jelas seluruh jalur matarantai sanad hadits yang akan diteliti. Sekaligus mengetahui keadaan matarantai sanad hadits secara keseluruhan dilihat dari ada tidaknya pendukung (corroboration) berupa perowi yang berstatus muttabi atau syahid.
KESIMPULAN
ILMU HADITS DIRAYAH
Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ikhwal sanad, matan, cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat rawi, dan lain-lain.
ISNAD, SANAD, MUSNID DAN MUSNAD HADITS
Isnad ialah hikayah para tokoh hadits yang meriwayatkan seseorang dari seseorang sampai pada Nabi saw.
Sanad ialah matarantai para perawi yang memindahkan hadits dari sumbernya yang pertama.
Musnid ialah orang yang meriwayatkan hadits dengan isnadnya, baik mengetahui atau tidak mengetahui terhadap matan itu, tetapi ia sendiri menjadi sumber berita itu.
Musnad disamakan artinya dengan kata isnad, sehingga menjadi suatu sebutan musnad, seperti musnad al Syihab, musnad al Firdaus, artinya musnad-musnad hadits mereka.
ILMU HADITS DIRAYAH DARI SEGI SANADNYA
Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad).
Segi keterpercayaan sanad (tsiqot al-sanad).
Segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz).
Keselamatannya dari cacat (`illat).
DAFTAR PUSTAKA
Al Numan Al Qadli, Al Hadits al Syarif; Riwayah wa dirayah, (Mesir: Maktabah Al Jumhur Al Mishriy Al Arabiy, tth).
Al Mubarak Furi, Tukhfah Al Ahwazi, Juz;I, (Madinah: Al Ajalah Al Jadidah, Maktabah Al Salafiyah, 1964).
Al Suyuti, Al Jami Al Shaghir Juz:I dan II, (Surabaya: Maktabah Al Hidayah).
Al Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakr, Al Taadrib ar rawiy syarkh Taqrib al Nawawiy, (Mesir: Maktabah Dar Al Hadits, 2002).
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan pengantar Ilmu Hadis. Bulan Bintang: Jakarta, 1987.
As-Sayuthi. Tadrib Ar-Rawi fi Syarh Taqrib An-Nawawi. (Dar Al-Fikr: Beirut. 1409 H/1988 M.).
Fatchur Rahman, Ikhtishar Musthalahul Hadis, (Penerbit: AL Maarif Bandung, 1974 ).
Ismail, Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadis. (Angkasa: Bandung,1991).
Mahmud Thannan, Taisir Mush-thalah al Hadits, (Surabaya: Maktabah Al Hidyah, tth).
Muhammad Ajjaj Al Khatibi, Ushul Al hadits, Ulumuhu wa Mushthalahuhu, (Beirut: Mathbaah Dar Al Fikr, 1997).
Muhammad Mashum Zein, Ulumul Hadits & Musthalah Hadits, (Darul-Hikmah: Jlopo Tebel Bareng Jombang, 2008).
https://amarstain.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 04 Desember 2017
https://manhijismd.wordpress.com, diakses tanggal 05 Desember 2017
Komentar
Posting Komentar
2000