PUASA RAMADHAN DAN TINGKATAN DERAJATNYA..KITA YANG MANA?
PUASA RAMADHAN DAN TINGKATAN DERAJATNYA..KITA YANG MANA?
Oleh: Lilis Andarwati
![]() |
Dokpri Andarwatililiis |
1. PENGERTIAN PUASA
Dalam kaidah bahasa Arab Istilah puasa disebut “as-Shiyaam” atau
“as-Shaum” yang berarti “menahan”. Sedangkan menurut yang dikemukakan oleh
Syeikh Al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Asy-Syafi’i dalam
kitabnya “Fathul Qarib” bahwa berpuasa adalah menahan dari segala hal yang
membatalkan puasa dengan niat tertentu pada seluruh atau tiap-tiap hari yang
dapat dibuat berpuasa oleh orang-orang Islam yang sehat, dan suci dari haid dan
nifas.
Allah berfirman dalam QS
al-Baqarah, 183: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu
berpuasa seperti juga yang telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu
menjadi orang yang bertakwa”. (QS al-Baqarah, 183).
Ayat tersebut merupakan landasan
syariah bagi puasa Ramadhan. Ayat tersebut berisikan tentang seruan Allah Swt
kepada orang-orang beriman untuk berpuasa.
Ibadah
puasa merupakan salah satu ibadah pokok (rukun) dalam Islam. Sepanjang tahun
terdapat waktu-waktu tertentu umat Islam melaksanakan puasa baik yang sifatnya
wajib maupun sunnah. Dalam pelaksanaannya, bulan Ramadhan menjadi momen di mana
seluruh umat Islam sedunia melaksanakan ibadah wajib berpuasa. Momen Ramadhan
juga biasanya menjadi ajang bagi umat Islam untuk berlomba-lomba memperbanyak ibadah.
Tentunya, dalam menjalankan ibadah puasa terlebih puasa wajib di bulan
Ramadhan, umat Islam diwajibkan untuk mengetahui bagaimana dapat menjalankan
ibadah puasa dengan maksimal. Orang yang menjalankan puasa seyogyanya
memahami tentang syarat wajib dan syarat sahnya Puasa.
Syarat
wajib puasa berbeda dengan syarat sah puasa. Syarat wajib puasa adalah syarat
yang harus dipenuhi agar seseorang dihukumi wajib melaksanakan puasa. Syarat
wajibnya puasa terdiri dari tiga hal, yaitu Islam, baligh, dan berakal.
Sedangkan
syarat sah puasa adalah syarat yang harus dipenuhi agar puasa yang dilaksanakan
adalah sah. Syarat sahnya puasa terdiri dari beragama Islam, berakal, suci dari
hal yang membatalkan puasa seperti haid dan nifas, serta berpuasa di waktu yang
telah ditentukan yakni Bulan Ramadhan.
2. HUKUM PUASA RAMADHAN DAN RUKUNNYA
Puasa Ramadhan hukumnya adalah wajib bagi semua orang Islam dan
tidak sah puasanya bagi orang-orang yang kafir. Meski demikian, dalam Islam ada beberapa
orang yang tidak diwajibkan baginya berpuasa. Mereka adalah anak kecil, orang
gila, dan orang yang tidak mampu sama sekali untuk berpuasa atau ketika dia
berpuasa maka dia akan membahayakan dirinya sendiri (orang sakit) atau orang
tua renta yang tidak mampu lagi untuk berpuasa. Dan bagi orang-orang yang tidak
mampu berpuasa maka diwajibkan baginya untuk membayar fidyah yaitu 1 mud atau
0,08 liter makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin, selama ia mampu.
Rukun berpuasa yaitu:
Pertama, niat, puasa yang dilakukan tanpa niat maka hukumnya tidak sah.
Niat puasa harus dilakukan setiap hari bulan Ramadhan, hal ini dikarenakan
fadhilah niat setiap hari berbeda-beda. Menurut Imam Syafi’i niat
berpuasa harus dilakukan setiap hari. Selain itu, niat harus dilakukan di malam
hari Ramadan, sehingga barang siapa yang niat di pagi hari bulan Ramadan ketika
matahari telah terbit, niatnya dianggap tidak sah.
Kedua, Menahan diri dari makan, minum, dan jima’ atau berhubungan suami
istri.
3. DERAJAT ORANG YANG BERPUASA
A. Dalam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan derajatnya
orang-orang yang berpuasa itu ada tiga, yaitu:
Pertama, puasanya orang-orang yang awam
yaitu orang-orang yang berpuasa dengan menahan diri dari makan, minum, dan
jima’.
Kedua, puasanya orang-orang yang
khusus yaitu orang-orang yang berpuasa dengan menahan diri dari makan, minum,
jima’ dan perilaku maksiat. Sehingga mereka merasakan nikmatnya iman dari puasa
bulan Ramadhan.
Ketiga, puasanya orang-orang yang
khusus dan khusus lagi yaitu orang-orang yang berpuasa dengan menahan diri dari
makan, minum, jima’ perilaku maksiat, menjaga diri dari segala perkara
kesenangan dunia dari hatinya walaupun perkara itu dibolehkan untuk dilakukan,
serta mereka tidak berkata apapun selain perkataan-perkataan yang baik.
B. Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam
Ghazali menerangkan tingkatan dalam berpuasa. Shaumul umum, shaumul khusus, dan shaumul khususil khusus. Ketiganya bagaikan
tingkatan tangga yang manarik orang berpuasa agar bisa mencapai tingkatan yang
khususil khusus.
Pertama ,
Puasa orang awam
Puasa level pertama disebut
sebagai shaumul umum atau puasanya orang awam. Level puasa ini adalah yang
biasa dilakukan oleh kebanyakan orang atau sudah menjadi kebiasaan umum.
Biasa-biasa saja, atau mungkin kalau di-scoring nilanya
baru good, belum very good apalagi exellent.
Praktik puasa yang dilakukan di
level ini sebatas menahan haus dan lapar serta hal-hal lain yang membatalkan
puasa secara syariat.
Kedua , Puasanya orang khusus
Kedua disebut sebagai shaumul
khushus atau puasanya orang-orang spesial. Level nilainya very good. Mereka
berpuasa lebih dari sekadar untuk menahan haus, lapar dan hal-hal yang
membatalkan.
Tapi mereka juga berpuasa untuk
menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan segala anggota
badannya dari perbuatan dosa dan maksiat. Mulutnya bukan saja menahan diri dari
mengunyah, tapi juga menahan diri dari menggunjing, bergosip, apalagi
memfitnah.
Kalau zaman sekarang, mungkin
termasuk juga menahan jari-jarinya agar tidak menyebarkan berita-berita bohong atau
hoax.
Ketiga , Puasa Orang Super-Khusus
Ini level yang paling tinggi
menurut klasifikasi Imam Al-Ghazali, disebut shaumul khushusil khushus. Inilah
praktik puasanya orang-orang istimewa, exellent.
Mereka tidak saja menahan diri
dari maksiat, tapi juga menahan hatinya dari keraguan akan hal-hal keakhiratan.
Menahan pikirannya dari masalah duniawi, serta menjaga diri dari berpikir
kepada selain Allah.
Standar batalnya puasa bagi
mereka sangat tinggi, yaitu apabila terbersit di dalam hati dan pikirannya
tentang selain Allah, seperti cenderung memikirkan harta dan kekayaan dunia.
Bahkan, menurut kelompok ketiga
ini puasa dapat terkurangi nilainya dan bahkan dianggap batal apabila di dalam
hati tersirat keraguan, meski sedikit saja, atas kekuasaan Allah.
Puasa kategori level ketiga ini
adalah puasanya para Nabi, shiddiqin dan muqarrabin, sementara di level kedua
adalah puasanya orang-orang shalih.
Lantas, sudah berada dimana
tingkatan puasa kita selama ini ?
Upaya Imam Al-Ghazali
mengklasifikasi orang berpuasa ke dalam tiga level tersebut, tak lain tujuannya
adalah agar kita yang setiap tahun berpuasa Ramadhan bisa menapaki tangga yang
lebih tinggi dalam kualitas ibadah puasanya.
Selanjutnya, ada beberapa hal yang membatalkan puasa yaitu: makan dan minum dengan sengaja, memasukkan sesuatu ke salah satu rongga tubuh yang menurut Imam Syafi’i ada tujuh rongga tubuh yakni mulut, dua hidung, dua telinga, kemaluan depan dan kemaluan belakang. Adapun, mata tidak termasuk sebagai rongga tubuh, karena mata tidak memiliki saluran ke pencernaan. Sehingga apabila seseorang menggunakan celak mata hal itu tidak membatalkan puasa.
Sumber:
Risalah
fi Ahkamis Shaum, sebuah kitab ringkas yang berisi seputar problematika
hukum-hukum puasa dalam madhzab Syafi'i milik Syekh Muhammad bin Ali Al-Khatib
Ihya
Ulumuddin
Kifayatul
Akhyar
MasyaAllah bundaa🤍🤍
BalasHapusAssalamualaikum bu nama saya Dimas
BalasHapusMasyaAllah Tabarakallah😍😍💗💗💗
BalasHapuswahh masyaallah
BalasHapusMasyaAllah tabarakallah🥰🥰
BalasHapusmasyaallah tabarakallah
BalasHapustulisannya sangat bermanfaat bu Lilis, syukron katsiro atas ilmunya bu...
BalasHapusMakasihh bu ilmunya, bu lilis sangat keren😊😊
BalasHapusperkenalkan nama saya mejikomm
BalasHapusterimakasih atas ilmunya😍😍😘😘💕
BalasHapusMasyaallah daging semua isi tulisannya dan sangat berbobot
BalasHapusyou're writting is so beautiful🥺💖
BalasHapusMasyaAllah, Penjelasannya sangat bermanfaat, Terimakasih Bu Lilis
BalasHapusSaya Dimas dan derajat saya yang no 3 bu
BalasHapusmasyaAllah tabarakallah sangat bermanfaat sekali😍🤗👍🏻
BalasHapusTerimakasih Ilmunya, semoga ilmunya bermanfaat
BalasHapusAlhamdulillah
BalasHapusMasyaAllah, artikelnya mudah dipahami, semoga ilmunya barokah
BalasHapusMasyaallah semoga ilmunya bermanfaat
BalasHapus