Sebenarnya Apa si ASWAJA itu?

Sebenarnya apa si ASWAJA itu? 

Oleh: Lilis Andarwati
Dokpri: Pondok Romadlon MAN 1 Trenggalek photographed by Lilis Andarwati

Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) adalah aliran dalam Islam yang berpedoman pada Sunnah Nabi Muhammad SAW dan para SahabatnyaAswaja merupakan paham moderat yang menolak paham Khawarij, Jabariyah. 

Sebenarnya apa itu aswaja atau ahlussunnah wal jamaah?

Menurut buku yang bertajuk Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama'ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara karya Subaidi, terminologi ahlussunnah wal jamaah tersusun dari tiga kata dasar dalam bahasa Arab. Tiga kata itu di antaranya:

1. Ahlun, artinya keluarga, golongan atau pengikut, dan komunitas;

2. Sunnah, artinya segala sesuatu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Artinya kata sunnah dalam aswaja berarti semua yang datang dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perbuatan, ucapan, maupun pengakuan Nabi Muhammad SAW;

3. Al Jama'ah, artinya apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah SAW pada masa khulafaur rasyidin yakni, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Berdasarkan penjelasan kata penyusun di atas, istilah ahuslunnah wal jama'ah memang erat kaitannya dengan sunnah Rasulullah SAW. Masih melansir dari buku yang sama, arti sunnah menurut istilah adalah suatu nama untuk cara yang diridhai dalam agama dan dikerjakan oleh Rasulullah SAW atau kalangan sahabat Rasulullah SAW.

Hal ini dilandasi dari salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda:

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

Artinya: "Ikutilah sunnah teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa'ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian," (HR. Abu Daud).

Mujtahid Imam Hambali juga ikut berpendapat bahwa kata sunnah dalam istilah Aswaja berarti segala sesuatu yang diperbuat, disabdakan, dan ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Sementara itu, jama'ah adalah ketentuan agama yang telah disepakati (ijma') para sahabat Rasulullah SAW pada zaman khulafaur rasyidin.

Adapun ahlussunnah wal jama'ah adalah komunitas atau sekelompok orang-orang yang selalu berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, baik secara aspek akidah, agama, amal-amal lahirian, ataupun akhlak hati.

Untuk secara spesifiknya, paham ahlussunnah wal jamaah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang pemahaman fikihnya mengikuti ajaran-ajaran salah satu empat mazhab. Salah satunya adalah Imam Syafi'i. Kemudian dalam hal akidah dan teologi mengikuti ajaran Imam Abu Al Hasan Al Asy'ari dan Imam Mansur Al Maturidi.

Sementara itu, pemahaman tasawuf bagi paham ahlussunnah wal jamaah mengikuti ajaran Imam Al Ghazali dan Imam Al Junaidi Al Baghdadi.

Bisa dipahami pula bahwa ahlussumnah wal jama'ah bukanlah suatu aliran baru. Melainkan agama Islam yang sesuai dengan ajaran sunnah Nabi Muhammad berikut amalan yang dikerjakan oleh sahabatnya.

Ciri-ciri Aswaja 
  • Mengajarkan untuk menolak kekerasan, radikalisme, dan ekstremisme
  • Menekankan keseimbangan antara hak-hak individu dan hak-hak masyarakat
  • Menolak monopoli atas kebutuhan pokok masyarakat
  • Menolak penguasaan sumber daya alam dan mineral oleh segelintir orang
  • Mengajarkan untuk memelihara keutuhan umat Islam
  • Bersikap tasamuh, tawassuth, tawazun, dan i'tidal
  • Tokoh Aswaja Abu Hasan al-Asy'ari, Abu Mansur al-Maturidi. 
  • Mazhab Aswaja Mazhab Hanafi, Mazhab Syafi'i, Mazhab Maliki, Mazhab Hambali. 
Sejarah Aswaja
Aswaja muncul sebagai reaksi terhadap kelompok Mu'tazilah yang dianggap “sesat” karena terlalu mendewakan akal dari pada wahyu.
Menyikapi pendapataliran-aliran ekstrem tersebut Aswaja mengambil jalan tengah di antara pendapat-pendapat mereka. Beberapa ajaran pokok Aswaja, antara lain: 
1. Pertikaian politik yang terjadi di antara para sahabat Nabi saw merupakan ijtihad para sahabat, bila benar mendapat dua pahala dan bila salah mendapat satu pahala. Aswaja mengambil sikap tawaquf (diam) atas perselisihan yang terjadi di antara para sahabat dan menyatakan keadilan para sahabat (hadisnya bisa diterima). 
2. Dalam masalah takfir Aswaja amat berhati-hati, karena bila sembrono efeknya akan kembali kepada si penuduh. Aswaja tidak akan mudah mengkafirkan ahlul qiblah atau selama masih mengakui tidak ada ada Tuhan selain Allah dan Muhammad saw adalah utusan allah; mengakui hal-hal prinsip dan sudah pasti dalam agama(al-ma’lum mina diini biddhoruroh) seperti rukun Islam, rukun iman, dan perkara-perkara gaib seperti surga, neraka, hisab, shirath, malaikat, jin, peristiwa isra’ dan mi’raj dll. yang informasi mengenai hal-hal tersebut hanya diketahui dari Kitabullah dan Sunnah Nabi saw yang mutawatir.
3. Aswaja juga tidak mudah memvonis sesat sebuah pemikiran atau pendapat seseorang yang berangkat dari dalil yang tidak tegas (ijtihadi) atau masih terbuka ruang perbedaan pendapat di dalamnya. Aswaja amat menghargai perbedaan pendapat karena perbedaan pendapat di kalangan umat adalah rahmat.
4. Mengenai perbuatan manusia, Aswaja berpendapat bahwa perbuatan manusia pada dasarnya diciptakan oleh Tuhan, namun manusia memiliki kuasa (kasb) atas perbuatannya yang bersamaan dengan kehendak Tuhan. 5. Dalam memahami teks Al-Quran dan sunnah, Aswaja berpendapat bahwa ada ruang bagi akal untuk memahami teks. Artinya ada teks yang mengandung makna haqiqi dan ada teks yang mengandung makna majazi(metaforis) yang membuka ruang akal (tafsir) untuk memahaminya.
5. Dalam memahami teks Al-Quran dan sunnah, Aswaja berpendapat bahwa ada ruang bagi akal untuk memahami teks. Artinya ada teks yang mengandung makna haqiqi dan ada teks yang mengandung makna majazi(metaforis) yang membuka ruang akal (tafsir) untuk memahaminya.
6. Mengenai perbuatan dosa atau masuk surga dan neraka manusia, Aswaja berpendapat manusia divonis telah berdosa di dunia apabila telah melanggar hukum-hukum syariat sedangkan di akhirat mutlak adalah keputusan Allah.
7. Mengenai sifat Allah, Aswaja berpendapat bahwa Allah memiliki sifat. Dzat (esensi) dan Sifat (atribut) adalah dua hal yang berbeda namun tak dapat dipisahkan, seperti halnya sifat manis yang melekat pada gula. Antara atribut manis dan esensi pada gula keduanya menyatu, namun tak bisa dilepaskan satu sama lain. Sifat senantiasa menyatu dengan Dzat (esensi).

8. Terkait dengan politik dan kekuasaan, Aswaja menyatakan haram hukumnya bughot (memberontak) meskipun pemerintahan itu zhalim,karena hanya akan menimbulkan pertikaian dan pertumpahan darah yang tak berkesudahan di kalangan umat. Namun pemerintahan hasil kudeta adalah pemerintahan yang sah karena terkait dengan kesejahteraan umat dan legalnya beberapa hukum syariat.
9. Aswaja tidak menolak tradisi dan kebudayaan yang sudah lama berkembang dan mendarah daging di tengah masyarakat, asal tidak bertentangan dengan syariat. Namun bila bertentangan dengan syariat, Aswaja menolak perubahan dilakuan secara radikal dan revolusioner. Perubahan harusdilakukan secara bertahap.Atau tidak harus merubahnya, tetapi mewarnai tradisi dan kebudayaan tersebut sehingga cocok dengan ajaran Islam.

Sumber: 
M.Imaduddin: https://nu.or.id/opini/ 
Subaidi, Risalah Ahlussunnah Wal Jama'ah An Nahdliyiin




Komentar

  1. Masyaallah semoga bermanfaat bagi semua

    BalasHapus
  2. masyaallah,sangat bermanfaat 🌹

    BalasHapus
  3. Masyaallah,pembahasan ini sangat bermanfaat, semoga yang memberikan info ini atau pengetahuan ini,menjadi bahagia dan berkah

    BalasHapus
  4. alhamdulilah aku sudah ikut pondok romadLon🥰😘🙏🏻

    BalasHapus

Posting Komentar

2000

Postingan Populer