Nguri-nguri Budoyo Kupatan
Nguri-nguri Budoyo Kupatan
Oleh: Lilis Andarwati
![]() |
Dokpri Lilis Andarwati |
Nguri-nguri Budoyo (Bahasa Jawa) merupakan sesuatu tindakan yang dilakukan untuk menghidupkan tradisi acara pada daerah tertentu. Nguri-nguri budoyo kali ini dengan simbolis makanan yang sering disebut kupat atau ketupat, bahkan mayoritas orang menyebutnya hari raya kupatan. Ketupat merupakan makanan tradisional Indonesia yang berbahan dasar beras dan dimasak dengan cara direbus. Ketupat identik dengan perayaan Lebaran di hari ke 8 (8 Syawal) setelah sholat Idul Fitri.
Acara ini merupakan warisan dari para Leluhur yang kelestariannya harus selalu dijaga. Sebab memiliki banyak makna mistis dan realistis serta penuh dengan keberkahan didalamnya, diantaranya mampu menambah keimanan dalam diri setiap pengunjung kupatan, saling bersalam-salaman, mendo'akan dan mendapatkan relasi teman bahkan pekerjaan juga.
Disamping itu ketupat sendiri memiliki banyak filosofi bagi yang mentradisikannya (nguri-nguri Budoyo), di antaranya:
1. Pengakuan kesalahan
Kata "ketupat" berasal dari bahasa Jawa "ngaku lepat" yang artinya mengakui kesalahan.
2. Kesucian hati
Ketupat yang dibelah dua akan terlihat putih, yang melambangkan kebersihan dan kesucian hati setelah berpuasa dan saling memaafkan.
3.Laku papat
Ketupat melambangkan "laku papat", yaitu empat tindakan yang terdiri dari lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
4. Menolak bala
Bungkus ketupat yang terbuat dari janur kuning melambangkan penolak bala.
5. Kiblat papat lima pancer
Bentuk ketupat yang segi empat mencerminkan prinsip "kiblat papat lima pancer" yang berarti bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
6. Kemakmuran dan kesejahteraan
Beras dalam ketupat melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan.
7. Memohon maaf
Santan atau santen dalam bahasa Jawa berirama dengan kata "ngapunten" yang berarti memohon maaf.
8. Persatuan
Anyaman janur yang saling melekat mengajak untuk menjaga hubungan baik dan memperkuat persaudaraan.
Wallohu'alam bi Ashshowab.
Trenggalek, 07 April 2025M/08 Syawal 1446H
Komentar
Posting Komentar
2000